Senin, 04 Mei 2015

Cerpen (1)

Rena
Oleh : Jonathan Indra Christianto


Namanya Rendi Natadiharjo, sering dipanggil Rena. Kedengarannya seperti nama perempuan. Ia adalah salah satu dari murid berprestasi di SMA-nya. Karena prestasinya itu, ia mendapat berbagai sanjungan dari teman-teman dan guru-guru sekolahnya.
Dibalik kegemilangan namanya di sekolah, ternyata kehidupan keluarga Rena tidak secerah di sekolah. Ia hidup dari sebuah keluarga sederhana. Rena tinggal di rumah Paman Masri di karena orangtuanya pindah ke luar kota untuk mengadu nasib di sana. Beruntung, orangtuanya sukses di sana. Untuknya, dapat bersekolah di sekolah unggulan adalah suatu anugerah besar dari Tuhan.
Suatu hari, Desi, temannya yang sudah lama dekat dengan Rena, mengajak Rena untuk pergi untuk makan di foodcourt dekat sekolah.
“Aku tidak bisa.”
“Kenapa emangnya ? Kamu gak bawa uang ? Kali ini aku yang traktir deh.”
“Bukan itu masalahnya, tapi...”
“Ah udah lah, ayo ikut aja.” Akhirnya, Rena mengalah.
Mereka makan layaknya sepasang kekasih; terlihat begitu mesra.
“Mmmm, Rena...mmm...aku mau ngomong sesuatu sama kamu.” Rena hanya menatapnya tanpa menjawab sepatah kata pun.
“Aku... sebenarnya... suka sama kamu.”
Rena sedikit terkejut. Ia tidak dapat menjawab pernyataan cinta dari Desi. Ia lanjut makan tanpa menghiraukan pernyataan Desi. Sedangkan Desi hanya tertunduk lesu, karena tidak ada balasan dari Rena, walaupun sebenarnya ia sudah tahu bahwa Rena tidak ingin menjalin cinta dulu sebelum kuliah. Tetapi itu tidak merusak persahabatan mereka.
3 tahun sudah Rena menempuh masa SMA, dan saatnya ia melanjutkan studinya di perguruan tinggi. Ia mendapat hadiah mobil dari orangtuanya karena prestasi gemilangnya semasa SMA. Mungkin karena sudah jodoh, beruntung, atau semacamnya, ia satu kuliah dengan Desi.
Suatu hari, Rena dan Desi pulang dari kuliah, karena kebetulan rumah mereka berdekatan.
“Rena, aku mau ngasih kamu sesuatu.” Desi mengeluarkan toples berisi rumput laut goreng. “Coba deh, enak kok.”
Rena mencicipinya, dan ia menyukainya. “Terima kasih, Desi.”
Saking sukanya, di rumah, toples rumput laut goreng dilahapnya sampai habis. Kemudian, ia berinisiatif membuat rumput laut goreng sendiri.
“Paman, paman bisa bantu aku ?”
“Hah ? Bantu apa ?”
“Aku mau coba membuat rumput laut goreng, biar aku bisa makan di sini sama paman.”
Paman Masri setuju. Ia membeli satu kardus rumput laut mentah. Ia bersama Paman Masri mencoba untuk menggorengnya. Namun, rumput lautnya terasa pahit. Tetapi, Rena tidak ingin menyerah. Ia terus menggoreng rumput laut hingga habis, namun tetap saja terasa pahit.
Ia ingin terus mencoba dan mencoba. Tetapi, karena ia tidak memiliki uang, ia rela menjual komputer miliknya demi membeli banyak rumput laut mentah. Paman Masri ikut membantu menggoreng rumput lautnya. Hari demi hari ia habiskan untuk dapat menggoreng rumput laut dengan rasa yang enak, tetapi hasilnya tetap nihil.
Suatu hari, Desi datang.
“Rena ! Rena !”
“Kenapa, Desi ?”
“Apa yang kamu lakukan ? Kamu sudah meninggalkan kuliahmu selama 2 minggu. Apa itu tidak terpikirkan olehmu ?” Rena hanya terdiam. Desi membujuk Rena untuk kuliah, meninggalkan pamannya.
Ketika malam hari, hujan turun. Rena tiba di rumah dengan keadaan basah kuyup. Rumah terlihat sepi.
“Paman....Paman....Paman....” Kemudian, Rena menemukan Paman Masri tergeletak di lantai dapurnya. Kepalanya berdarah, dan ada sebungkus rumput laut mentah terbungkus plastik terguyur hujan.
“Paman ! Paman tidak apa-apa ?” Paman Masri tidak menjawab. Rena membawa pamannya ke rumah sakit.
Setelah 1,5 jam menunggu, dokter keluar ruangan.
“Apa yang terjadi dengan paman saya, Dok ?”
“Pamanmu hanya kelelahan. Ia butuh istirahat lebih.” Hati Rena terasa lega. “Ia harus dirawat di sini untuk beberapa hari.”
Ketika Rena kembali ke rumah, ia melihat rumput laut terbungkus plastik yang sudah terguyur hujan. Ia kembali mencoba menggoreng rumput laut itu, dan ternyata rasanya nikmat. Apa yang membuat rasanya menjadi enak, tanya Rena dalam hati. Kemudian, ia mengetahui bahwa air hujanlah yang membuat rasanya menjadi enak. Maka, ia mengguyur sisa rumput laut dengan air hujan, dan setelah itu menggorengnya.
Ia memberikan rumput laut itu kepada pamannya, dan rasanya nikmat. Dari sinilah, terlintas ide untuk membuat bisnis rumput laut goreng. Ia mencoba meminta pinjaman uang dari bank untuk menyewa pabrik kecil, namun ditolak.
Rena meminta bantuan Desi, namun Desi marah besar terhadapnya.
“Kamu sepertinya gak punya perhatian sama aku. Aku selalu berusaha untuk membantumu, tapi tampaknya kamu cuek aja. Aku gak mau bantu kamu lagi.” Rena hanya tertunduk sedih. Sejak saat itu, Desi tidak ingin bertemu lagi dengan Rena.
Ia harus berusaha sendiri. Ia memulai bisnis kecilnya, menjual rumput laut goreng kepada teman-temannya.
“Ini berapa harganya ?” kata seorang pembeli.
“Hanya 12.000 rupiah. Enak kok, coba aja.”
“Yaudah deh, aku beli 3.”
Penghasilan yang tidak seberapa ia kumpulkan. Setelah uang yang terkumpul cukup banyak, ia dapat menyewa garasi yang dulu pernah dipakai ayahnya menjadi sebuah pabrik kecil. Ia juga meminta bantuan dari tetangganya menjadi pegawainya.
Hari demi hari berlalu, kesuksesan terus menerpa Rena. Kali ini, ia berhasil menyuplai produknya ke toko-toko di sekitar rumahnya. Produknya dinamai Rena, berasal dari namanya. Kesuksesan terus berkembang hingga produknya dapat dikenal di beberapa daerah. Rena sudah menjadi orang sukses berkat kerja keras dan usahanya.

@@@



0 komentar:

Posting Komentar