Rena
Oleh : Jonathan Indra Christianto
Namanya Rendi
Natadiharjo, sering dipanggil Rena. Kedengarannya seperti nama perempuan. Ia
adalah salah satu dari murid berprestasi di SMA-nya. Karena prestasinya itu, ia
mendapat berbagai sanjungan dari teman-teman dan guru-guru sekolahnya.
Dibalik
kegemilangan namanya di sekolah, ternyata kehidupan keluarga Rena tidak secerah
di sekolah. Ia hidup dari sebuah keluarga sederhana. Rena tinggal di rumah
Paman Masri di karena orangtuanya pindah ke luar kota untuk mengadu nasib di
sana. Beruntung, orangtuanya sukses di sana. Untuknya, dapat bersekolah di
sekolah unggulan adalah suatu anugerah besar dari Tuhan.
Suatu hari, Desi,
temannya yang sudah lama dekat dengan Rena, mengajak Rena untuk pergi untuk makan
di foodcourt dekat sekolah.
“Aku tidak bisa.”
“Kenapa emangnya
? Kamu gak bawa uang ? Kali ini aku yang traktir deh.”
“Bukan itu
masalahnya, tapi...”
“Ah udah lah, ayo
ikut aja.” Akhirnya, Rena mengalah.
Mereka makan
layaknya sepasang kekasih; terlihat begitu mesra.
“Mmmm,
Rena...mmm...aku mau ngomong sesuatu sama kamu.” Rena hanya menatapnya tanpa
menjawab sepatah kata pun.
“Aku...
sebenarnya... suka sama kamu.”
Rena sedikit
terkejut. Ia tidak dapat menjawab pernyataan cinta dari Desi. Ia lanjut makan tanpa
menghiraukan pernyataan Desi. Sedangkan Desi hanya tertunduk lesu, karena tidak
ada balasan dari Rena, walaupun sebenarnya ia sudah tahu bahwa Rena tidak ingin
menjalin cinta dulu sebelum kuliah. Tetapi itu tidak merusak persahabatan
mereka.
3 tahun sudah
Rena menempuh masa SMA, dan saatnya ia melanjutkan studinya di perguruan
tinggi. Ia mendapat hadiah mobil dari orangtuanya karena prestasi gemilangnya
semasa SMA. Mungkin karena sudah jodoh, beruntung, atau semacamnya, ia satu
kuliah dengan Desi.
Suatu hari, Rena
dan Desi pulang dari kuliah, karena kebetulan rumah mereka berdekatan.
“Rena, aku mau
ngasih kamu sesuatu.” Desi mengeluarkan toples berisi rumput laut goreng. “Coba
deh, enak kok.”
Rena
mencicipinya, dan ia menyukainya. “Terima kasih, Desi.”
Saking sukanya,
di rumah, toples rumput laut goreng dilahapnya sampai habis. Kemudian, ia
berinisiatif membuat rumput laut goreng sendiri.
“Paman, paman
bisa bantu aku ?”
“Hah ? Bantu apa
?”
“Aku mau coba
membuat rumput laut goreng, biar aku bisa makan di sini sama paman.”
Paman Masri
setuju. Ia membeli satu kardus rumput laut mentah. Ia bersama Paman Masri
mencoba untuk menggorengnya. Namun, rumput lautnya terasa pahit. Tetapi, Rena
tidak ingin menyerah. Ia terus menggoreng rumput laut hingga habis, namun tetap
saja terasa pahit.
Ia ingin terus
mencoba dan mencoba. Tetapi, karena ia tidak memiliki uang, ia rela menjual
komputer miliknya demi membeli banyak rumput laut mentah. Paman Masri ikut
membantu menggoreng rumput lautnya. Hari demi hari ia habiskan untuk dapat
menggoreng rumput laut dengan rasa yang enak, tetapi hasilnya tetap nihil.
Suatu hari, Desi
datang.
“Rena ! Rena !”
“Kenapa, Desi ?”
“Apa yang kamu
lakukan ? Kamu sudah meninggalkan kuliahmu selama 2 minggu. Apa itu tidak
terpikirkan olehmu ?” Rena hanya terdiam. Desi membujuk Rena untuk kuliah,
meninggalkan pamannya.
Ketika malam
hari, hujan turun. Rena tiba di rumah dengan keadaan basah kuyup. Rumah
terlihat sepi.
“Paman....Paman....Paman....”
Kemudian, Rena menemukan Paman Masri tergeletak di lantai dapurnya. Kepalanya
berdarah, dan ada sebungkus rumput laut mentah terbungkus plastik terguyur
hujan.
“Paman ! Paman
tidak apa-apa ?” Paman Masri tidak menjawab. Rena membawa pamannya ke rumah
sakit.
Setelah 1,5 jam
menunggu, dokter keluar ruangan.
“Apa yang terjadi
dengan paman saya, Dok ?”
“Pamanmu hanya
kelelahan. Ia butuh istirahat lebih.” Hati Rena terasa lega. “Ia harus dirawat
di sini untuk beberapa hari.”
Ketika Rena
kembali ke rumah, ia melihat rumput laut terbungkus plastik yang sudah terguyur
hujan. Ia kembali mencoba menggoreng rumput laut itu, dan ternyata rasanya
nikmat. Apa yang membuat rasanya menjadi enak, tanya Rena dalam hati. Kemudian,
ia mengetahui bahwa air hujanlah yang membuat rasanya menjadi enak. Maka, ia
mengguyur sisa rumput laut dengan air hujan, dan setelah itu menggorengnya.
Ia memberikan
rumput laut itu kepada pamannya, dan rasanya nikmat. Dari sinilah, terlintas
ide untuk membuat bisnis rumput laut goreng. Ia mencoba meminta pinjaman uang
dari bank untuk menyewa pabrik kecil, namun ditolak.
Rena meminta
bantuan Desi, namun Desi marah besar terhadapnya.
“Kamu sepertinya
gak punya perhatian sama aku. Aku selalu berusaha untuk membantumu, tapi
tampaknya kamu cuek aja. Aku gak mau bantu kamu lagi.” Rena hanya tertunduk
sedih. Sejak saat itu, Desi tidak ingin bertemu lagi dengan Rena.
Ia harus berusaha
sendiri. Ia memulai bisnis kecilnya, menjual rumput laut goreng kepada
teman-temannya.
“Ini berapa
harganya ?” kata seorang pembeli.
“Hanya 12.000
rupiah. Enak kok, coba aja.”
“Yaudah deh, aku
beli 3.”
Penghasilan yang
tidak seberapa ia kumpulkan. Setelah uang yang terkumpul cukup banyak, ia dapat
menyewa garasi yang dulu pernah dipakai ayahnya menjadi sebuah pabrik kecil. Ia
juga meminta bantuan dari tetangganya menjadi pegawainya.
Hari demi hari
berlalu, kesuksesan terus menerpa Rena. Kali ini, ia berhasil menyuplai
produknya ke toko-toko di sekitar rumahnya. Produknya dinamai Rena, berasal
dari namanya. Kesuksesan terus berkembang hingga produknya dapat dikenal di
beberapa daerah. Rena sudah menjadi orang sukses berkat kerja keras dan
usahanya.
@@@
0 komentar:
Posting Komentar